KBRN, Jakarta: Paguyuban Asosiasi Vape Nasional (Pavenas) berharap agar kenaikan target penerimaan cukai Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) tidak memberatkan industri vape dalam negeri. Sebab dunia industri masih merangkak untuk pulih dari dampak pandemi Covid-19.
Ketua Aliansi Vaporiser Bali (AVB) I Gde Agus Mahartika menyampaikan, Pavenas berharap agar pemerintah dapat menerapkan struktur cukai spesifik untuk produk vape, yang dianggap sebagai struktur paling tepat untuk mencapai kesederhanaan dan transparansi, berkelanjutan, juga mendorong kepatuhan produsen. Karena seluruh asosiasi yang tergabung dalam Pavenas percaya, pendekatan ini akan mengoptimalkan aliran penerimaan dan mencegah produk vape illegal.
“Pavenas juga berharap Pemerintah mempertimbangkan kebijakan cukai yang proporsional dengan risiko kesehatan, yang dapat memberikan kesempatan bagi perokok dewasa untuk beralih ke produk yang lebih rendah risiko,” ujarnya dalam sebuah diskusi daring, Rabu (26/8/2020).
Dari sisi konsumen, Ketua Aliansi Vapers Indonesia (AVI) Johan Sumantri menyatakan, para pengguna berharap agar produk vape dapat tetap terjangkau dan tetap menjadi produk penghantar nikotin alternatif bagi perokok dewasa yang menginginkan produk dengan potensi risiko lebih rendah.
“Namun demikian, tetap diperlukan keseimbangan agar produk ini tidak dapat diakses oleh kalangan di bawah umur dan bukan perokok,” imbuh Johan.
Johan juga berharap agar pemerintah terus menggiatkan penegakkan dan penindakan terhadap produk vape ilegal. Gunanya adalah mengoptimalkan pendapatan negara.
Perlu diketahui, sejak tahun 2018 lalu, sesuai Undang-Undang Cukai Nomor 39 tahun 2007, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan telah menetapkan tarif cukai produk-produk HPTL maksimal hingga sebesar 57 persen.
Menilik Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (R-APBN) 2021, pendapatan negara dari sektor cukai ditargetkan Rp178.5 triliun, atau naik 8.2 persen dibandingkan dengan target yang tercantum pada Perpres No. 72 Tahun 2020 sebesar Rp164.9 triliun.
Pada tahun pertama pengenaan cukai pada kategori HPTL (Oktober-Desember 2018), industri ini menyumbang Rp154 miliar, dan pada periode yang sama tahun 2019, kontribusi cukai meningkat 3 kali lipat ke angka Rp426 miliar.
Sekretaris Jenderal Aliansi Pengusaha Penghantar Nikotin Elektronik Indonesia (APPPNINDO), Roy Lefrans mengatakan, meskipun penerimaan negara dari cukai produk HPTL terlihat meningkat pada dua tahun pertama, namun dengan kontribusi yang baru sekitar 0.3 persen dari keseluruhan total penerimaan cukai hasil tembakau. Hal tersebut menegaskan bahwa industri ini masih membutuhkan banyak ruang gerak untuk bertahan dan terus berkembang.
“Yakni melalui kebijakan regulasi maupun cukai yang tepat sasaran,” ungkap Roy.
Sementara itu, Sekretaris Umum Asosiasi Personal Vaporiser Indonesia (APVI), Garindra Kartasasmita menekankan, industri vape juga telah banyak menyerap tenaga kerja langsung sebanyak lebih 50 ribu orang. Angka tersebut belum termasuk tenaga kerja yang ada di toko ritel, dan tenaga kerja tidak langsung yang terlibat dari industri pendukung.
“Dari data kami, saat ini jumlah pelaku industri vape di Indonesia mencapai lebih dari 5 ribu pengecer, lebih dari 300 produsen likuid, dan lebih dari 100 produsen alat dan aksesoris, dan sebagian besar dari jumlah tersebut adalah UMKM yang masih pada tahapan awal dalam pengembangan bisnisnya,” urainya.
Menutup pernyataannya, Garindra menyampaikan bahwa Pavenas, yang menaungi keempat asosiasi di atas berharap dapat terus dilibatkan dalam pembahasan terkait cukai produk-produk HPTL, khususnya produk vape oleh pemerintah.
“Agar bersama-sama kita dapat menjaga stabilitas dan memastikan adanya ruang gerak bagi industri baru ini untuk dapat bertahan di tengah melemahnya perekonomian nasional sehingga dapat terus berkembang di masa depan,” tukas Garindra.