Sekretaris Jenderal Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Willem Petrus Riwu meminta adanya perlakuan setara antara rokok konvensional dan rokok elektrik. Selama ini, Willem menilai pemerintah menerapkan aturan yang sangat ketat hanya terhadap rokok konvensional.

Hal tersebut, lanjut Willem, berbeda dengan rokok elektrik. Salah satu contohnya yaitu penjualan rokok elektrik tak wajib menunjukkan gambar peringatan seperti di bungkus rokok konvensional. “(Rokok elektronik) jualannya bebas, online juga bebas,” kata Willem dalam diskusi virtual, Minggu (30/8).

Padahal, Willem menuding bahwa prevalensi remaja yang merokok meningkat tajam karena adanya rokok elektronik. Berdasarkan data Bappenas, prevalensi perokok di usia 10-18 tahun mencapai 9,1% pada 2019.

Adapun, pemerintah menargetkan prevalensi perokok di usia 10-18 tahun mencapai 5,4% pada tahun lalu. “Ternyata prevalensi remaja meningkat tajam karena rokok elektronik, tapi enggak pernah ditowel,” kata Willem.

Lebih lanjut, Willem menyebut rokok elektronik tidak mendukung produk dalam negeri. Sebab, Willem menilai mayoritas komponen rokok elektronik merupakan hasil impor.

Hal tersebut berbanding terbalik dengan rokok konvensional. Menurutnya, 90% komponen dalam rokok konvensional berasal dari dalam negeri. “Jadi TKDN-nya sangat tinggi. 90% lah kalau untuk SKT (sigaret kretek tangan),” kata dia.

Willem lantas meminta pemerintah dapat mendorong kinerja IHT di dalam negeri. Menurutnya, daya saing IHT harus bisa ditingkatkan agar bisa berkompetisi di kancah global.

Dia juga meminta pemerintah untuk bisa terus memberantas rokok ilegal. “Kemudian membangun regulasi yang memberikan perlindungan kepada IHT,” kata dia.

Sumber: https://katadata.co.id/happyfajrian/berita/5f4b8ec9b7cec/asosiasi-minta-perlakuan-setara-bagi-rokok-konvensional-dan-elektrik