Nikotin bukan hal yang asing bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Bagaimana tidak? Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas 2020), 28 persen masyarakat Indonesia adalah perokok. Namun, seberapa membahayakan sih nikotin?

Seperti yang kita ketahui, produk nikotin bukan cuma rokok. Ada vape, tembakau yang dipanaskan (HTP) snus, kantung nikotin, inhaler, hingga permen karet. Setiap produk tentu memiliki tingkat bahaya yang berbeda-beda. Hal inilah yang menginspirasi sekumpulan ahli dari berbagai disiplin di International Scientific Committee on Drugs untuk menganalisis bahaya masing-masing produk. 

Uniknya mereka tidak hanya mengukur bahaya yang didapatkan oleh pengguna, melainkan juga mengukur bahaya yang mungkin diterima oleh orang-orang sekitarnya. Faktor seperti kematian, potensi mengidap penyakit dan ketergantungan tentu saja tetap diukur. Namun, potensi kehilangan pekerjaan, kehilangan hubungan dan kerusakan lingkungan juga jadi pertimbangan. Tidak heran, karena banyak pengguna produk nikotin mengalami kerugian tersebut. Hayo siapa yang pernah berantem dengan orang terkasih karena tidak berhenti merokok?

Nah dari hasil pengukuran ini, tim peneliti memaparkan rokok mendapatkan skor 100 dan dianggap yang memiliki potensi bahaya paling tinggi dibandingkan dengan produk lain. Selanjutnya diikuti dengan rokok pipa, cerutu, dan tembakau kunyah. Lalu, HPTL posisinya di mana?

Produk seperti snus, rokok elektrik, dan produk oral lainnya dilansir hanya memiliki bahaya 4 persen jika dibandingkan dari rokok. Dapat disimpulkan, semakin murni produk nikotinnya, semakin rendah risiko bahayanya. Nah, mempromosikan produk nikotin dengan bahaya lebih rendah tidak hanya menguntungkan pengguna loh! Tetapi juga masyarakat secara keseluruhan. Sudah siap kah kamu turunkan risiko?

Hasil riset utuh dapat ditemukan di tautan berikut https://inovasitembakau.com/wp-content/uploads/2021/02/Estimating.pdf