Nama Badass Doctor mungkin tidaklah asing bagi vapersdi Indonesia. Adalah dr. Arifandi Sanjaya, yang akrab disapa dengan Badass Doctor, merupakan seorang Dokter Umum yang pernah bekerja di Rumah Sakit Umum Daerah Soreang, Bandung. Dokter yang saat ini telah membuka klinik pribadi tersebut, merupakan pengguna vape sejak tahun 2014. 

Ketika stigma vape di Indonesia masih berada dalam dua persimpangan – sebagai alternatif merokok maupun sesuatu yang dianggap sama bahayanya dengan rokok konvensional, dr. Ari membagikan sudut pandang yang menarik sebagai seorang praktisi kesehatan sekaligus vapers terhadap produk HPTL, terutama vape.

Awal Mengenal Vape

Bermula dari tahun 2014, seorang teman memperkenalkannya kepada vape dengan tujuan untuk berhenti merokok. Saat itu, sudah dua tahun sejak dr. Ari menjadi seorang perokok. Meskipun sempat menjadi dual user, tahun 2018 menjadi titik awal ia berhenti merokok dan beralih sepenuhnya ke vape dengan dorongan orang-orang sekitar. “Kebetulan, saya nggak suka kamar saya bau rokok. Di sisi lain, pacar saya saat itu nggak suka kalau saya merokok. Mau nggak mau, saya niatkan dan akhirnya bisa pindah,” jelas dr. Ari ketika menceritakan hal-hal yang memotivasinya untuk berhenti merokok. 

Berbekal niat yang cukup kuat dan dorongan orang-orang sekitar, upaya dr. Ari untuk berhenti merokok tidak menemukan kendala yang signifikan. Ditambah, ia telah menemukan liquid yang cocok ia gunakan, dengan rasa tembakau yang menurutnya unik. “Intensitas olahraga lebih tinggi, napas lebih enak, dan jarang sakit tenggorokan,” begitulah pungkas dr. Ari tentang perubahan setelah sepenuhnya beralih ke vape. 

Dari Badass Doctor menjadi vape influencer

Mungkin tidak banyak yang mengira bahwa identitas Badass Doctor disematkan untuk dr. Ari, sebelum ia mulai mengenal vape. Dokter satu ini, terkenal dengan cara praktiknya yang tidak formal dalam hal cara berpakaian dan pendekatan terhadap pasien. “Saya cukup slengean. Protokol pelayanan kesehatan tetap dijalankan, tetapi pendekatan ngobrol dan first impression terhadap cara berbusana saya, nggak seperti dokter. Saya tipe yang lebih banyak bercanda,” tutur dr. Ari. 

Siapa sangka, julukan yang dicetuskan oleh kawannya tersebut, justru menjadi identitas yang kuat dan mudah diingat. “Awalnya nggak kepikiran, tapi ternyata lucu juga. Nama ini cukup menggambarkan kepribadian saya,” lanjut dokter yang telah menekuni profesinya sejak tahun 2016 tersebut.

Tahun 2018, menjadi titik awal bagi dr. Ari dalam membagikan edukasi tentang vape. Pada tahun tersebut, ia harus melakukan cek narkoba, sebagai salah satu syarat untuk bekerja di Rumah Sakit. Tepat di tahun itu pula, isu vape dan narkoba sedang santer diperbincangkan masyarakat. Setelah melakukan tes dan terbukti bersih dari narkoba, ia mulai membagikan momen tersebut melalui unggahan di Instagram, yang di-repost oleh vape educator lainnya. Momen selanjutnya ketika ia bekerja di Puskesmas, ia memutuskan untuk membuat konten dengan menggunakan alat yang dapat mengukur paparan Karbon Monoksida yang terdapat dalam rokok konvensional. Saat itu, ia melakukan pembuktian paparan Karbon Monoksida pada vapers dibandingkan dengan perokok konvensional.  

Berangkat dari momen-momen tersebut, ia akhirnya fokus untuk membaca jurnal-jurnal ilmiah tentang vape dan membagikan informasi yang didapat ke teman-teman lainnya. “Ada keinginan untuk membuktikan, bahwa berita yang beredar tentang vape itu salah. Itu adalah ulah oknum yang menyalahgunakan vape,” pungkasnya. 

Meskipun demikian, dr. Ari mengaku membedakan identitasnya sebagai seorang dokter dan vape influencer. Sebagai seorang vape influencer, ia dapat memaparkan hasil-hasil penelitian ilmiah dan menyampaikan fakta-fakta berdasarkan jurnal-jurnal kredibel yang ia baca.  Melalui hal tersebut, dr. Ari ingin melakukan advokasi terhadap vape, terutama dalam ranah regulasi, mengingat pentingnya standard yang jelas bagi produk-produk yang dikonsumsi agar konsumen merasa aman dan tidak perlu takut. Baginya, standardisasi liquid menjadi hal yang mendesak dilakukan, baik untuk melihat kadar nikotin, pengujian masa kedaluwarsa, maupun pengujian bakteri yang bisa bertumbuh. “Saya ingin melakukan advokasi, hanya saja saya menyadari kalau kondisi untuk advokasi dan memberikan saran regulasi tidaklah semudah itu. Oleh karenanya, saya cukup banyak ngobrol dengan teman-teman asosiasi sekaligus memberikan saran. Penyampaiannya lebih banyak melalui asosiasi,” jelas dr. Ari.

HPTL dalam kacamata dunia kesehatan

Dalam ilmu kesehatan masyarakat yang kita kenal sejauh ini, mengurangi emisi gas buang dalam bentuk apapun, baik dari rokok maupun vape, sangat dianjurkan. Hanya saja, berdasarkan beberapa pengalamannya, dr. Ari sepakat bahwa tidak semua orang sanggup untuk berhenti merokok secara sekaligus. Karenanya, perlu ada jembatan yang menjadi penghubung agar perokok dapat berhenti sepenuhnya. Dengan vaping, setidaknya berhenti merokok bisa dilakukan sebagai prioritas, di mana pada akhirnya, perokok diharapkan dapat berhenti dari keduanya.

Pakar kesehatan di Indonesia memang lebih banyak menggunakan nicotine patchdan nicotine gumsebagai terapi untuk merokok. Namun, harga produk-produk tersebut seringkali tidak terjangkau. Pada akhirnya, vape dijadikan sebagai alternatif karena memiliki cara penggunaan yang mirip dengan merokok. “Berdasarkan penelitian dari Universitas Padjajaran, gas buang (karsinogen) dalam HPTL jauh lebih rendah dibandingkan dengan rokok konvensional. Vape dalam hal ini memiliki treatment penggunaan yang mirip dengan rokok. Jadi, kebiasaannya bisa digantikan dengan alat yang sama-sama dihisap. Ada kebiasaan yang serupa,”kata dr. Ari

Menurut dr. Ari, meskipun penelitian yang dilakukan di luar negeri mungkin saja memberikan hasil yang berbeda karena jenis liquid yang digunakan juga berbeda, salah satu penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh drg. Amalia bersama universitas di Yunani menemukan bahwa gas buang berbahaya dari vape lebih rendah 98 persen dari rokok konvensional. Saat itu, liquidyang digunakan adalah liquid lokal dari Bali.  

Hoax dan tantangan menemukan sumber terpercaya

Menanggapi hoax yang beredar tentang vape, dr. Ari menyesalkan adanya terjemahan maupun pencatutan hasil penelitian yang tidak sesuai. Terjemahan yang salah dapat mengarah pada kesimpulan penelitian yang salah. Menurutnya, jurnal luar negeri memang merupakan salah satu sumber yang bagus karena jauh lebih lengkap. Akan tetapi, penggunaan bahasa medis, hal-hal teknis, dan kendala bahasa menjadi tantangan yang utama untuk memperoleh sumber-sumber terpercaya. 

Untuk mengatasi hal tersebut, dr. Ari memberikan tips untuk memperkaya edukasi tentang vape. “Banyak forum-forum dan akun-akun edukasi yang memberikan catutan jurnal-jurnal internasional. Jika masih bingung, bisa bertanya ke teman-teman yang lebih paham. Selain itu, saya juga membuka pertanyaan di kolom chat maupun DM. Jadi, siapa saja yang ingin bertanya tentang vape, silakan saja,” jelas dr. Ari.  

Dalam menggali informasi, dr. Ari mengaku lebih banyak membaca jurnal internasional. Untuk menyiasati keterbatasan informasi yang tersedia, ia memecah sumber-sumber berdasarkan beberapa kata kunci, seperti nikotin dan tar, untuk menemukan bahasan khusus mengenai dua topik tersebut. “Bisa dikaitkan dengan penelitian lain, karena tidak selamanya hal-hal tersebut berhubungan dengan vape. Istilah medisnya memang cukup sulit dimengerti. Jadi, kita harus pintar-pintar memilah sumber,” lanjutnya memberikan saran. Ia menyadari, tidak semua orang dapat mengerti istilah-istilah yang ada. Oleh karena itu, ia selalu mencoba menyampaikan edukasi kepada para vapers dengan bahasa yang lebih sederhana dan mudah dimengerti. 

Kolaborasi antara toko vapor dan vapers juga menjadi hal yang penting dalam memperoleh informasi. Toko vapor memiliki fungsi untuk mendengarkan sekaligus membagikan pengetahuannya mengenai device maupun liquid.Di sisi lain, konsumen juga perlu menanamkan budaya belajar dan rasa keingintahuan. Hal tersebut bisa dimulai dari hal-hal sederhana, salah satunya membaca panduan manual.  

Pakailah secara bertanggung jawab 

Sebelum menutup perbincangan hari itu, dr. Ari menyampaikan tiga hal untuk teman-teman perokok maupun yang sudah beralih ke vape. Pertama, jika memiliki niat untuk berhenti merokok, maka berhentilah sekarang juga. Jika niatnya sudah tidak kuat sejak awal, maka akan susah untuk berhenti. Jika sudah memantapkan niat, kita dapat mengganti kebutuhan nikotin dari rokok konvensional dengan alternatif yang lebih rendah risiko. 

Kedua, perhatikan jumlah nikotin yang kita konsumsi. Jika sudah ada tanda-tanda kelebihan nikotin (over nicotine), sebaiknya turunkan jumlah konsumsinya. Tanda-tanda kelebihan nikotin dapat meliputi beberapa gejala, seperti mual, muntah, sakit kepala, jantung berdebar, sesak napas, dan tremor. Dalam jangka panjang, kelebihan nikotin dapat menyebabkan asam lambung, kenaikan tekanan darah, masalah jantung, dan impotensi. “Kick the habit, kebiasaan ini perlu dibuang. Terkadang, meskipun orang-orang sudah kebanyakan konsumsi nikotin, tetapi melihat teman lainnya merokok atau ngevape, maka dia akan terbawa,” pungkas dr. Ari. 

Ketiga, pakailah device dan liquid secara bertanggung jawab. Bagi dr. Ari, segala hal yang berlebihan tidaklah baik, termasuk dalam vaping. Pemakaian vape yang bertanggung jawab akan berhubungan erat dengan vape attitude, mulai dari cara vaping hingga bagaimana menghargai orang-orang sekitar yang tidak menggunakan vape.