Koperasi bukanlah hal yang asing bagi masyarakat Indonesia. Dengan semangat musyawarah dan demokrasi untuk mencapai kesejahteraan anggota, koperasi menjadi unik dibandingkan badan usaha lainnya. Namun, pernahkah kalian mendengar tentang koperasi vape?
Inisiasi Koperasi Vape Indonesia (KOVI) sudah dialakukan sejak 2017 oleh Agung dan tiga rekan lainnya, yaitu Andi, Andri, dan Gusti. Mengawali koperasi pertama di Banten, KOVI resmi berdiri pada Desember 2020 dan akan memperluas jangkauannya ke daerah-daerah lain di Indonesia.
Upaya memfasilitasi pengusaha vape dari hulu ke hilir
Adalah Agung, salah satu pendiri sekaligus ketua umum KOVI yang menjadi teman ngobrol Inovasi Tembakau untuk mengenal lebih jauh tentang koperasi vape pertama di Indonesia ini. Menurutnya, inisiasi koperasi berangkat dari pengalaman sebelum adanya regulasi vape. “Waktu itu, zamannya semua pengusaha vape digrebekin tokonya,” kata Agung menjelaskan. Dari sana, uncul inisiasi untuk membuat satu perkumpulan yang fokusnya lebih bermanfaat untuk bisnis. Muncullah ide koperasi.
Dengan latar belakang Agung yang pernah bekerja sebagai kepala Business Development di salah satu koperasi besar di Indonesia, ada keinginan untuk mewujudkan hal yang serupa di industri vape. Tahun 2018, Agung dan ketiga rekannya mengumpulkan sekitar sepuluh orang untuk mengembangkan ide koperasi vape. Sayangnya, saat itu banyak yang pesimis dengan konsep tersebut. Ada kekhawatiran bagaimana mengurus distribusi, pencatatan, dan hal-hal lainnya yang dibutuhkan oleh koperasi.
“Tidak semua pertanyaan bisa kami jawab,” tutur Agung.
Namun, semangat untuk membuat perkumpulan dengan spirit untuk memperkuat industri vape membawa KOVI resmi berdiri di Pamulang, Banten, dengan visi memfasilitasi perdagangan vape dari sektor hulu sampai hilir dengan rapi dan profesional, sehingga semua streamline dari hulu ke hilir merasa terbantu.
KOVI menjadi koperasi dengan level nasional yang akan memperluas jangkauannya dan berkembang menjadi koperasi sekunder yang akan menaungi koperasi-koperasi vape di beberapa daerah, seperti Bekasi, Bogor, Bandung, Jawa Tengah, dan jawa Timur.
Koperasi dipilih sebagai bentuk yang paling ideal
Bagi Agung, KOVI berperan sebagai problem solver dan fasilitator untuk pelaku-pelaku industri dari hulu ke hilir, yaitu produsen dan retailer. Menurutnya, dunia bisnis sangat rentan terhadap konflik kepentingan dan kompetisi yang tidak sehat. Oleh karena itu, koperasi dengan muara kebersamaan dipilih sebagai badan yang menaungi kepentingan-kepemtingan tersebut.
Sebagai koperasi vape, KOVI merupakan organisasi yang unik karena tidak memiliki produk secara langsung, seperti mod, pod, dan liquid. KOVI menjadi fasilitator dalam menaungi anggota, mengurus pembayaran retailer, pencatatan, analisis, informasi penjualan serta tren terkini, dan insight bagi anggota-anggotanya, termasuk dalam memfasilitasi promosi produk. Secara khusus, produk yang dijual dalam koperasi, tidak dijual di tempat-tempat lainnya yang non-anggota.
Menurut Agung, terdapat tantangan dan peluang dalam industri vape. Dalam mana, teman-teman pelaku industri perlu lebih profesional dan memiliki proyeksi bisnis ke depan. Perlu ada manajemen bisnis agar tidak ketinggalan dengan pelaku industri yang lebih besar. “Harus mulai memikirkan kalau vape ini bukan sekadar industri gaya hidup, tetapi consumer goods pada umumnya. Mulailah mengeluarkan budget untuk promosi dan marketing,” saran Agung.
Untuk menjadi anggota KOVI, pelaku usaha dapat menghubungi admin dan mengisi formulir sesuai dengan kebutuhan. Apa yang istimewa adalah KOVI menaungi anggota luar biasa, yaitu konsumen (end user), marketing, dan seller. Sebagai end user, konsumen yang aktif juga memiliki peluang untuk ditunjuk sebagai retailer atas dasar kebutuhan bersama, yaitu ketika tidak ada retailer vape di tempat tinggal konsumen tersebt. Lebih lanjut, KOVI akan memberikan pelatihan teknis untuk retailer-retailer pemula dalam menjalankan bisnisnya.
Tentang cukai dan SNI dari perspektif koperasi
Bagi Agung, sangat disayangkan ketika angka cukai vape sangat tinggi. Namun, saat itu tidak ada pilihan lain. “Jika industri ingin terus berjalan, maka harus dilegalkan,” tutur Agung. Baginya, situasi ideal adalah ketika regulasi vape dipisahkan dengan rokok konvensional. Dengan risiko yang lebih rendah, maka pajak yang dibebankan juga akan lebih kecil.
Sementara itu, standardisasi melalui SNI juga menjadi aspek yang penting dalam industri. Menurut Agung, setidaknya ada banyak sisi ketika melihat SNI vape. Dari sisi individual UMKM, SNI dapat menjadi tekanan tersendiri karena produsen-produsen kelas menengah ke bawah tidak memiliki modal yang cukup untuk memenuhi standar. Sementara itu, kalau berbicara dari sisi industri, SNI sangat dibutuhkan untuk kepastian industri. “Lebih baik SNI sesegera mungkin, daripada menunggu standar yang datang dari luar. Jika ketentuan SNI datang dari kita sendiri, maka akan disesuaikan dengan kemampuan pengusaha lokal. Setidaknya, standar dapat menjadi barrier bagi mereka sebelum terjun ke industri agar setidaknya mereka serius dalam menjalankan bisnis,” pungkasnya.
Dari KOVI untuk pelaku industri dan pemerintah
Agung percaya bahwa industri vape akan bertahan lama dan menjanjikan. Apa yang terpenting adalah bagaimana teman-teman UMKM dapat terus berinovasi dalam segala hal, baik aspek produksi, marketing, maupun pelayanan. “Teman-teman UMKM janganlah patas semangat, jangan menyerah. Mari kita mulai berpikiran terbuka terhadap inovasi,” pesan Agung.
Agung juga memberikan apresiasi untuk Pemerintah yang sudah mulai terbuka dengan industri vape. Terutama bagaimana Pemerintah mengajak pelaku usaha untuk membuat standar. “Dengan standar, maka produk akan terjamin dan tidak ada yang memanfaatkan vape untuk hal-hal negatif, seperti perdagangan narkoba,” pungkas Agung sebagai penutup obrolan dengan Inovasi Tembakau siang itu.