Adalah Aldi, salah seorang vapers yang aktif dalam edukasi tentang vape. Ia adalah sosok di balik Vapemagz, platform yang menyediakan informasi terkini mengenai vape. Siapa menyangka, perjalanannya sebagai seorang vape educator bermula dari cerita yang cukup unik, lewat interaksinya dengan pakar kesehatan.
Berawal dari rekomendasi seorang dokter
“Motivasi saya terjun ke dunia vape sebenarnya lucu,” sepenggal kalimat Aldi dalam mengawali ceritanya.
Sebelumnya, Aldi dan Istrinya adalah perokok aktif. Sejak istrinya hamil dan memutuskan untuk berhenti merokok, Aldi masih belum bisa berpaling dari kebiasaannya merokok. Ketika ia datang ke dokter untuk memeriksakan kandungan sang istri, dokter tersebut merekomendasikan Aldi untuk mencoba vape, sebagai alternatif rokok konvensional yang dinilai lebih rendah risiko.
“Sepulang dari dokter, saya bergegas ke toko vape teman saya dan hari itu juga, saya berhenti dari rokok konvensional,” pungkas Aldi.
Ketika ditanya ada tidaknya godaan saat ia memutuskan berhenti merokok, Aldi mengaku tidak ada sama sekali. Baginya, selama kebutuhan nikotinnya bisa terpenuhi dan pola pikir yang ia terapkan bahwa ia ingin benar-benar berhenti, sudah sangat membantu untuk membuat Aldi kembali menginginkan rokok.
Saat ini, Aldi telah berhasil membuat 15–17 orang rekannya berhenti merokok melalui cerita yang ia bagikan dengan mereka. Alhasil, rasa penasaran dan percaya mulai timbul dan mereka mau mencoba untuk beralih ke vape sebagai produk yang lebih rendah risiko dari rokok konvensional.
Terjun ke dunia edukasi vape
Aldi mencoba vape karena anjuran tersebut datang dari dokter. Namun, setelah beberapa waktu ia menggunakan vape, rasa penasaran mulai timbul dalam benak Aldi. Apakah vape aman? Apakah tidak menyebabkan gangguan paru-paru? Apakah hoax yang beredar tentang vape adalah benar? Setidaknya, pertanyaan-pertanyaan tersebutlah yang mengisi pikiran Aldi saat itu.
Hingga akhirnya, Aldi mulai menemukan fakta bahwa Pemerintah Inggris memberikan dukungan terhadap vape. “Saat itu saya tahu lewat media online. Kalau negara dengan berbagai kemajuan seperti Inggris berani memberikan dukungan untuk vape, berarti ini tidak main-main. Argumen bahwa vape lebih rendah risiko dari rokok konvensional pasti sudah berbasis riset. Kalau tidak ada dasar penelitiannya, sudah pasti akan diprotes oleh masyarakat dan dunia,” cerita Aldi yakin.
Setelah Aldi dan timnya datang ke Inggris, mereka melihat sendiri bahwa ada toko vape di dalam rumah sakit, lengkap dengan area vaping di dekat lobinya. Mereka bahkan melakukan wawancara ke toko-toko vape di sana. Alhasil, diketahui kalau iklan produk vape diperbolehkan, hanya saja tidak boleh mengiklankan kandungan nikotinnya.
Aldi dan timnya kemudian mengembangkan platform edukasi vape, yaitu website, majalah, media sosial, dan YouTube. Aldi meyakini, informasi tentang vape masih perlu diperbanyak. Terutama, edukasi untuk berbagai kalangan usia bahwa vape ditujukan untuk orang yang sudah merokok dan ingin berhenti. Namun, mereka yang bukan perokok tidak dianjurkan sama sekali untuk vaping.
Aldi ingin Vapemagz menjadi pusat informasi baik positif maupun negatif tentang vape. Baginya, hoax memang akan selalu ada, tetapi hal yang terpenting adalah memberikan informasi yang memiliki dasar penelitian kuat. “Yang diperlukan adalah memberikan penjelasan dan pengertian ke publik. Harapannya, dengan mereka mengerti, maka mereka dapat memilih yang terbaik untuk diri mereka sendiri,” katanya.
Menjemput bola
Tantangan dalam edukasi itu sendiri cukup banyak. Menurut Aldi, edukasi vape adalah hal yang ‘gampang gampang susah.’ Pemilihan platform edukasi perlu dipikirkan secara matang. “Berbicara sesuatu yang serius di Instagram umumnya mendapatkan respons yang tidak banyak. Lain halnya kalau kita berbicara sesuatu yang sifatnya lebih fun dan ringan,” jelas Aldi.
Aldi percaya, edukasi yang efektif dapat dilakukan lewat pendekatan dan cerita yang personal. Ia menyebutnya sebagai pendekatan jemput bola. Hal ini berangkat dari fakta bahwa tidak hanya komunitas vapers dan para pemuda yang perlu mendapatkan informasi tentang vape. Lebih dari itu, mereka yang sudah puluhan tahun merokok juga perlu mendapatkan informasi yang benar tentang vape.
“Jangkauannya bukan hanya di komunitas, tetapi tempat-tempat lain di mana orang sering merokok, seperti perkantoran, mall, rumah makan, dan sebagainya. Kita bisa datang ke sana dan ngobrol-ngobrol langsung. Informasinya perlu terbuka, sehingga mereka dapat memilih,” ujar Aldi.
Ia menambahkan, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah bekerja sama dengan tempat makan dan menyediakan produk HPTL di meja kasir untuk ditukarkan dengan rokok konvensional. Setelahnya, dapat dilakukan sedikit wawancara dengan orang yang menukarkan rokoknya untuk menanyakan informasi apa yang sudah mereka ketahui tentang HPTL.
Pesan bagi yang ingin beralih
Aldi berpesan untuk teman-teman yang ingin beralih dari rokok ke HPTL, bahwa penting untuk mengetahui dan menyesuaikan kadar nikotin yang dibutuhkan. Lalu, mengatur pola pikir menjadi hal yang tidak kalah penting.
Ia berharap, industri vape menjadi semakin solid. “Untuk menjadi industri yang semakin berkembang, kita harus memberikan sesuatu yang terbaik dari dalam diri kita, mulai dari sikap, cara berbicara di publik, hingga cara komunikasi di media sosial. Kita memiliki goals yang positif, jadi jangan sampai ada pandangan yang tidak baik karena sikap kita yang salah,” himbau Aldi. Ia kemudian melanjutkan pesannya dengan menekankan bahwa setiap pelaku industri vape perlu memberikan edukasi sekecil apa pun ke orang-orang terdekat. Bukan dengan cara yang memaksa, tetapi dengan bijak lewat sikap dan contoh yang baik.
“Kita ingin menciptakan sebanyak mungkin new vapers agar mereka bisa beralih dari rokok konvensional. Tetap semangat dan edukasi yang kita berikan harus tetap berjalan. Jangan lupa protokol tetap dijaga agar bisa mencerminkan kalau industri ini punya edukasi yang baik dan mempunyai tujuan untuk menciptakan masyarakat yang lebih sehat dan punya alternatif,” tutup Aldi.