Kehadiran industri rokok elektrik di tanah air saat ini tidak bisa dianggap sebelah mata dari sisi kontribusinya terhadap pemasukan negara.
Meski terbilang baru, kehadiran industri tersebut paling tidak mampu memberikan kontribusi yang cukup signifikan utamanya dari sisi pengolahan dan penerimaan cukainya.
“Jadi kalau kontribusi dari Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) khususnya lebih banyak didominasi oleh penerimaan dari vape, tahun 2019 itu sudah mencapai Rp 427 miliar,” ujar Nirwala Dwi Haryanto, Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai, Kementerian Keuangan beberapa waktu lalu.
Berdasarkan data perkembangan yang ada, Nirwala meyakini, industri rokok elektrik akan mengalami peningkatan yang cukup signifikan ke depannya.
“Berdasarkan pemesanan pita cukainya itu sendiri, tahun 2019 sudah mencapai Rp 542 miliar. Kalau bisa menilai perkembangannya dari banyaknya perusahaan, kemudian dari pemesanan pita cukai, saya kira dari tahun ke tahun juga akan meningkat,” ujarnya.
Berdasarkan data Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), industri HPTL, khususnya rokok elektrik, telah menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 50.000 orang. Angka ini belum termasuk tenaga kerja yang ada di toko retailer rokok elektrik, yang jumlahnya mencapai 3.500 toko di seluruh Indonesia.
Toko retailer tersebut mayoritas terpusat di Jawa dengan jumlah 2.300 toko, sementara sisanya berada di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Bali.
“Sebagai industri yang baru berkembang dua tahun terakhir, industri HPTL telah memberikan kontribusi bagi negara melalui penerimaan cukai serta potensi penciptaan Lapangan Pekerjaan baru,” ujar Ketua APVI, Aryo Andrianto.
Supriadi, Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar, Kementerian Perindustrian mengungkapkan, banyaknya pengguna vape saat ini dapat menjadi potensi cukai yang cukup besar.
“Ini data dari APVI. Dan pengguna vape tahun 2017 saja sudah sekitar 900.000 pengguna. 2018 penggunanya itu sudah sekitar 1,2 juta orang. Dan 2020 ini prediksinya tadinya sekitar 2,2 juta orang penggunanya. Ini potensi cukai yang cukup besar,” tuturnya.
Dan dari data pengusaha, lanjut Supriadi, jumlah pengecer itu sekitar 5000 orang.
“Ada asosiasi konsumen juga ada, produsen juga ada, dan produsen liquid itu sudah sekitar 300 dunia usaha dan tersebar itu di Bandung hampir sekitar 1/4 nya kalau tidak salah, ada sekitar 50. Sementara produsen alat dan aksesoris itu sekitar 100 dunia usaha,” ujar Supriadi.
“Jadi memang potensinya ini cukup besar disamping penerimaan negara juga tenaga kerja, dan kita tidak bisa menghalangi hal yang seperti ini, teknologi yang masuk.”
Disamping itu juga, ungkap Supriadi lagi, memang kalau tidak salah hanya ada satu perusahaan yang besar dan itu juga impor. Sisanya sebagian besar datang dari kalangan industri kecil menengah.
“Kebanyakan malah ada sekitar 200 atau 300-an pengusaha itu industri kecil menengah. Itu potensinya memang kesana semakin bertambah,” kata Supriadi.
Anggota komisi VI DPR RI Adisatrya Suryo Sulisto mengatakan, jika dilihat dari paparan sebelumnya maka keberadaan industri rokok elektrik ke depannya cukup potensial.
“Tentunya kalau bicara potensi dari rokok elektrik ini, ini luar biasa saya melihatnya. Dari segi kontribusi terhadap cukai saja peningkatannya juga bagus sekali. Menurut saya ini industri yang ke depannya sangat-sangat potensial, dan pelakunya juga kebanyakan anak-anak muda dan tentu ini sangat menggairahkan bagi industri baru yang harus kita jaga bersama,” kata Politikus PDIP itu.