Adalah Fitrah, Andika Burnama, Manda Affriza, Bayu, dan Ahra, lima pemrakarsa yang memutuskan untuk mendirikan Indonesia Foxy Community (IFC) setelah menghadiri rilis device Foxy di Vape Fair Kemayoran tahun 2018. Pada 18 Oktober 2018, IFC terbentuk dengan jumlah chapters yang saat ini sudah mencapai angka 37. 

Malam itu di Ahra Vapehouse, sebuah toko vapor milik salah satu Founder IFC yaitu Ahra, Inovasi Tembakau mendapat kesempatan untuk berbincang seru bersama Fitrah dan Waldi. Fitrah merupakan Ketua Umum sekaligus salah satu Founder IFC dan Waldi merupakan Humas IFC. 

Siapa sangka, Druga Foxy sebagai device elegan nan inovatif yang membuat penggunanya merasa nyaman dan sulit berpindah ke lain hati ini, ternyata didesain oleh orang Indonesia yaitu Mike Vapeshouse. Sebagai mod pertama yang menggunakan quick release, Druga Foxy menggunakan dua mode yaitu voltase dan watt. Bagai bertemu dengan kekasih hati, begitu perumpamaan yang diberikan oleh Fitrah, ketika menggambarkan bagaimana ia merasa nyaman menggunakan Foxy. Selain inovatif, device ini dinilai memiliki nilai plus oleh para penggunanya karena after sales service yang sangat baik ketika terjadi kerusakan. Dari device inilah, IFC terbentuk dan tumbuh sebagai komunitas yang hadir untuk masyarakat. 

Bermula untuk silaturahmi hingga menjadi keluarga yang penuh arti

“Mempererat tali silaturahmi dan kekeluargaan serta menjaga kekompakan antaranggota melalui sharing knowledge di dalam grup, aktivitas sosial media, vapemeet, dan forum antarkomunitas di event vape baik di tanah air maupun di dunia.” Begitulah visi yang mendasari terbentuknya Indonesia Foxy Community. 

Tujuan untuk silaturahmi antarsesama pengguna Druga Foxy nyatanya menjadikan komunitas ini sebagai tempat bertemunya keluarga baru yang saling membantu, berbagi, dan bertukar pikiran.  Bagi Fitrah, tergabung dalam sebuah komunitas, tidak dipungkiri perlu mengorbankan waktu, uang, dan tenaga. Namun, semua itu terbayar dengan apa yang bisa didapatkan dari sebuah komunitas. “Kita punya keluarga satu Indonesia,” begitulah gambaran Fitrah tentang IFC.

Tidak ada yang memiliki ekspektasi lebih, ketika Indonesia Foxy Community didirikan. Meskipun begitu, situasi berkata lain ketika antusiasme pengguna justru sangat menyala-nyala. Mulai dari bergabungnya empat belas chapters selang dua bulan terbentuk, hingga  hadirnya sepuluh chapters bersama dengan APVI, AVI, produsen, dan artisan vape ketika peresmian IFC pada 7 Desember 2018. Saat ini, anggota IFC telah terdaftar sebanyak 1817 orang yang tergabung dalam grup WhatsApp dan Instagram. 

Komunitas ini selalu berupaya memberikan rekognisi bagi setiap warna yang menjadi ciri khas chapters“setiap chapter punya rules dan habit masing-masing yang tidak bisa kita seragamkan. Saya belajar beragamnya Indonesia melalui setiap chapters, pelajaran ini tidak bisa saya dapatkan di bangku sekolah,” tutur Fitrah. Warna unik ini salah satunya ditunjukkan IFC chapter Surabaya, yang menyebut ketua chapter-nya sebagai Mahapatih, serta istilah lainnya dalam kerajaan Jawa. Bagi Fitrah, Foxy Culture semacam ini dapat digunakan sebagai cara untuk tidak melupakan adat-istiadat di Indonesia. 

Layaknya sebuah komunitas yang aktif, IFC juga memiliki berbagai event untuk mempererat silaturahmi antaranggotanya. Beberapa event IFC diantaranya Foxmeet berupa pertemuan rutin ala kopi darat, ulang tahun IFC, dan kegiatan-kegiatan sosial yang melibatkan masyarakat. 

Sebagai sebuah komunitas, IFC tentunya tidak terlepas dari naik turun perjalanan komunitas. Mulai dari bergabungnya chapters Aceh dan Papua, hingga masa sulit komunitas yang menyebabkan lepasnya banyak chapters, termasuk dua chapters tersebut. Namun bagi Fitrah, ada rasa bangga ketika melihat teman-teman di Papua memiliki semangat untuk meluangkan waktu dan berkumpul bersama meskipun ada jarak tidak biasa yang harus ditempuh. Selain itu, pandemi juga memengaruhi intensitas para anggota untuk berkumpul. “Kita pernah bikin Zoom meeting, tetapi setelah saya pikir-pikir, ini kurang efektif. Lebih nyaman face to face, chemistry-nya dapet, obrolan juga lebih enak,” tutur Waldi.

Dari Indonesia Foxy Community untuk masyarakat

Bagi IFC, komunitas perlu memberikan dampak yang baik bagi masyarakat. “Saya selalu membekalkan ke anak-anak, kalau bikin agenda sebaiknya jangan hanya kumpul-kumpul saja. Namun, ada dampak baik yang bisa diberikan ke masyarakat,” pungkas Fitrah tanpa ragu-ragu. 

Peringatan hari jadi komunitas diadakan dengan kegiatan-kegiatan sarat makna bagi masyarakat. Kebahagiaan dibagikan melalui serangkaian aktivitas seperti penanaman mangrove maupun pohon bersama masyarakat setempat, santunan janda dan yatim, hingga kegiatan-kegiatan sosial untuk merespons bencana adalah kontribusi yang ingin diberikan IFC bagi masyarakat Indonesia. “Semua agenda pada intinya tentang masyarakat, karena komunitas kan lahir lahir dari masyarakat. Jadi, kita harus mengarahkan kegiatan ke hal-hal yang positif untuk masyarakat,” lanjut Fitrah bersemangat. 

Dalam kegiatannya bersama masyarakat, IFC memilih untuk terjun secara langsung dan memastikan bantuan yang diberikan bisa tepat sasaran. Bagi IFC, pembelajaran mengenai hidup bisa didapat dari mana saja, terutama ketika bersama dengan masyarakat. Ada perasaan hangat ketika bisa memberikan apa yang orang lain butuhkan dan melihat orang lain bisa tersenyum. 

Awal tahun 2019, menjadi momen yang sangat membekas untuk Fitrah. Saat itu, Fitrah dan IFC mengadakan lelang barang-barang Foxy di Instagram untuk membantu korban tsunami di Banten dan Lampung. “Saya merasa bantuan ini sangat diperlukan di sana,” hal itulah yang mendasari Fitrah untuk terjun langsung mulai dari membeli peralatan dan sembako, hingga membagi tim untuk ke Banten dan Lampung. 

Pengalaman berkesan selanjutnya diceritakan oleh Waldi. Saat itu adalah bulan Ramadhan, IFC memberikan santunan janda dan yatim ke daerah Banten. Ada pengalaman berharga tentang berbagi melalui setiap pintu yang diketuk saat itu. “Waktu saya turun langsung ke perkampungan, rasanya senang banget. Pas kita ngasih bantuan, terus lihat mereka senyum, rasanya happy banget. Apalagi waktu lihat anak-anak ketawa pas kita ajak main,” cerita Waldi dengan antusias.

Saat pandemi mulai meluas, IFC juga melakukan gerakan di setiap chapters untuk membagikan makanan dan hand sanitizer. Untuk mencegah risiko terpapar, hanya sedikit anggota yang turun langsung ke lapangan. Di Jakarta misalnya, Fitrah memilih untuk berkeliling sendirian dengan motor untuk membagi-bagikan makanan dan hand sanitizer secara langsung ke masyarakat. Sementara itu, anggota IFC lainnya dihimbau untuk membantu dari belakang dalam mempersiapkan kebutuhan logistik yang diperlukan. 

Kampanye vape bukan narkoba

IFC sangat menyayangkan adanya oknum yang menyalahgunakan vape untuk mengedarkan narkoba. Merespons isu yang ada, IFC kemudian memulai kampanye edukasi dengan tajuk vape bukanlah narkoba. Kampanye edukasi banyak dilakukan IFC melalui Instagram, selanjutnya pihak asosiasi brand dan vapers juga menyuarakan pendapatnya melalui berbagai media. Bagi IFC, pengertian dan edukasi mengenai vape tidak bisa dilakukan masing-masing. Perlu menggandeng banyak komunitas agar dampaknya signifikan. 

Dalam melanjutkan upaya kampanye edukasi bertajuk vape bukan narkoba, IFC tengah mempersiapkan agenda terbaru yang telah dirancang selama setahun belakangan. Agenda yang masih dirahasiakan tersebut, saat ini sedang dimatangkan dan diselesaikan satu persatu. “Intinya, tunggu agenda kita yang terbaru. Bukan agenda yang besar, tetapi memang belum pernah tercetus di komunitas lain. Saat ini, kami sedang menghubungi pihak-pihak yang akan terkait dengan agenda ini,” jelas Fitrah. 

Bagi Fitrah dan Waldi, vape justru membawa mereka berhenti dari kebiasaan merokok. Bahkan, Fitrah telah berhasil berhenti dari rokok maupun vape. “Vape itu tidak candu. Saya pribadi, bisa memastikan kalau sudah berhenti dari keduanya (rokok dan vape). Nge-vape sesekali saja kalau lagi kumpul sama teman-teman di komunitas,” tutur Fitrah. Baginya, penting untuk menanamkan pola pikir bahwa vape adalah media untuk berhenti merokok. “Saya sadar dua tahun belakangan kalau vape ini baik. Di Inggris misalnya, ada vape store di dalam rumah sakit, dan memang dianjurkan dokter. Dari situ, saya percaya kalau vape ini better dari rokok,” lanjut Fitrah. 

“Kalau saya, basicnya memang perokok aktif, sehari bisa satu sampai dua bungkus. Hal pertama yang saya pertimbangkan adalah dari segi pengeluaran. Kalau nge-vape, cost terbesarnya cuma di awal saat mau memulai saja. Setelah pakai vape, napas rasanya lebih tertata dan saya bisa main futsal sampai beberapa babak,” timpal Waldi. 

Ingin berjalan bersama-sama

Menurut Fitrah dan Waldi, industri vape bisa menjadi salah satu solusi Pemerintah untuk mengurangi angka pengangguran. Ada harapan untuk bisa menyebarluaskan hal-hal baik bersama dengan Pemerintah. Sinergi antara komunitas dan industri vape juga perlu diperkuat.

Sebagai penutup, Fitrah dan Waldi mengingatkan bahwa attitude adalah nomor satu bagi para vapers. “Attitude harus dijaga, perlu mengetahui bagaimana seharusnya nge-vape di tempat umum. Terakhir, ayo kita jaga industri ini tetap ada di Indonesia dengan mendukung event-event vape yang ada,” tutup Fitrah.