Akrab disapa Jembil di komunitas vape, Paido Siahaan merupakan pendiri Asosiasi Konsumen Vape Indonesia (AKVINDO). Laki-laki yang telah karib dengan vape sejak 2012 ini merupakan salah satu Aparatur Sipil Negara (ASN) Biro Perencanaan di Badan Tenaga Nuklir Nasional.
Sebagai asosiasi yang didirikan langsung oleh konsumen vape, AKVINDO unik karena ingin membawa narasi yang murni datang dari para konsumen, tanpa adanya kepentingan lain.
Hadir untuk konsumen vape
AKVINDO memiliki fokus pada bagaimana agar para pembuat kebijakan tidak melihat vape sebagai objek pajak semata, tetapi sebagai alat intervensi Pemerintah untuk menurunkan angka prevalensi merokok. Bagi Paido, kebijakan yang diambil perlu berlandaskan data dan fakta, “kami ingin kebijakan yang diambil mengacu pada evidence-based policy making, bukan berlandaskan preferensi probadi yang berjangka pendek dan berbasis pengalaman lampau,” pungkas Paido Siahaan.
Sebagai jembatan suara konsumen, AKVINDO menyadari betul bahwa meskipun vape memiliki risiko yang lebih rendah dari rokok konvensional, regulasi vape maupun rokok konvensional masih belum dapat dibedakan. “Hal ini menjadi tantangan bagi konsumen,” tuturnya. Aspirasi konsumen dalam hal ini adalah keinginan untuk pemisahan antara regulasi vape dan rokok konvensional. Menurut Paido, sebagaimana beberapa negara yang menggunakan vape sebagai alat untuk berhenti merokok, maka aturannya perlu untuk didiskusikan. “Mengenai aturan apa saja yang diperlukan untuk menggunakan vape sebagai alat berhenti merokok, saya rasa bisa dibicarakan bersama kemudian,” jelas Paido.
Sebagai sebuah asosiasi yang menaungi para konsumen vape, AKVINDO ingin agar konsumen vape memiliki pilihan lain melalui penggunaan produk HPTL yang lebih rendah risiko dari rokok konvensional. Terutama melihat banyaknya perokok yang memiliki keinginan untuk berhenti, tetapi merasa kesulitan karena sudah ketergantungan. Dengan penggunaan produk HPTL, perokok dapat memiliki alternatif untuk berhenti merokok secara perlahan.
Cukai vape dari sudut pandang konsumen
Berdasarkan keterangan Paido, AKVINDO sejak awal menolak adanya cukai vape karena AKVINDO ingin agar vape tidak sekadar dijadikan objek pajak. Lebih dari itu, yaitu sebagai alat intervensi Pemerintah mengurangi angka perokok. “Sangat disayangkan baik konsumen maupun pengusaha vape tidak dilibatkan dalam pembahasan kebijakan mengenai cukai,” ungkap Paido.
“Harapan kami, regulasi yang ada saat ini maupun yang akan datang, tidak menyebabkan harga vape menjadi sulit terjangkau. Padahal, menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), bila intervensi Pemerintah terhadap pengendalian tembakau sama seperti tahun-tahun sebelumnya, maka diproyeksikan prevalensi merokok akan mengalami peningkatan menjadi 15,95 persen pada 2030,” lanjutnya.
Bagi Paido dan AKVINDO, cukai vape dapat menjadi diskusi lanjutan ketika permasalahan yang ada, yaitu tingginya angka perokok, sudah bersama-sama dibahas dan dicari jalan keluarnya.
Perlunya informasi yang tepat
“Kami ingin agar masyarakat mendapat informasi yang dapat dipertanggung jawabkan. Masalah minsinformasi dapat menjadi pembelajaran bagi kita semua untuk dapat mencari sumber informasi yang jelas dan tepercaya,” begitulah pungkas Paido mengawali pandangannya tentang informasi vape di Indonesia.
Meskipun jumlah pengguna vape di Indonesia semakin banyak, tetapi masih terdapat masalah misinformasi tentang vape itu sendiri. AKVINDO menyayangkan adanya opini-opini kurang baik tentang vape yang berkembang di masyarakat. Selain itu, masih banyak yang menganggap vape sama risikonya degan rokok konvensional. Guna mengurangi adanya misinformasi tersebut, AKVINDO terus melakukan edukasi untuk meluruskan opini yang berkembang di masyarakat. “Kami merasa sudah saatnya Pemerintah ikut serta dalam upaya edukasi tersebut, diawali dengan melakukan kajian ilmiah terhadap produk HPTL, sejalan dengan Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,” tutur Paido. Ia kemudian melanjutkan dengan menegaskan bahwa salah satu tujuan keterbukaan informasi publik adalah menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik.