Indonesia Vaper Movement (IVM) terbentuk tahun 2019 dan digawangi oleh Rifqi, Deskha, dan Koko. Dengan mengusung visi untuk menjadi core edukasi dan movement yang positif bagi seluruh vapers, IVM mengemas semangat edukasi melalui saluran-saluran yang kreatif.
Semangat meletup-letup IVM dalam menjalankan misi edukasi, dituangkan melalui obrolan santai inisiator sekaligus konseptor dari acara-acara IVM, Rifqi Habibi Putra bersama Inovasi Tembakau pada suatu sore di Baba Vape Bar bilangan Lebak Bulus.
Berawal dari diri sendiri, untuk orang lain
Bagi Rifqi, berhenti merokok bukanlah hal yang mudah. Berbagai upaya dilakoninya, mulai dari menggunakan terapi penggantian nikotin, hingga hipnoterapi. Sampai suatu saat, istrinya memperkenalkan vape dan mendorongnya lebih lanjut untuk menggali informasi dari berbagai sumber. Melalui hal tersebut, Rifqi menyadari bahwa saat itu tidak banyak informasi mengenai vape.
Setelah membiasakan diri menggunakan vape, ia mulai merasa tidak nyaman untuk merokok. Dari sana, ia mengetahui bahwa ia bukan sekadar kecanduan nikotin, tetapi ada kebiasaan yang perlu dipenuhi, seperti menghisap dan menghembuskan.
Beberapa bulan setelah beralih ke vape, Rifqi merasa staminanya menjadi jauh lebih baik. Bahkan ketika melakukan cek kesehatan, flek di paru-parunya tidak separah sebelumnya. Dengan berbagai perubahan tersebut, ia merasa perlu untuk menyebarkan edukasi bagi teman-teman yang juga ingin berhenti merokok, terutama di tengah tantangan minimnya informasi.
Terhitung sejak 2014, Rifqi aktif melakukan edukasi di level akar rumput dan menginisiasi berdirinya komunitas Vape Indonesia. Saat itu, edukasi yang dilakukan berada di tahap internal dan ditujukan bagi teman-teman vapers saja. Hingga pada 2019, Rifqi merasa perlu untuk melakukan gerakan-gerakan edukasi yang lebih luas lagi, dengan menginisiasi berdirinya Indonesia Vaper Movement (IVM).
Edukasi yang kreatif dan menyenangkan
Tahun 2019 menjadi awal mula terbentuknya IVM, yang sekaligus menjadi respons atas maraknya pemberitaan tidak tepat sasaran tentang vape. Dari sana, Rifqi mengajak dua kawannya, yaitu Deskha dan Koko untuk mewadahi dan mendukung gerakan-gerakan profesional untuk vape, dengan misi untuk menjadi core edukasi dan movement positif untuk seluruh vapers. “Banyak yang ingin membuat movement edukasi vape, tetapi terbentur karena nggak ada kendaraan untuk menyampaikan pesan ke orang banyak. IVM ingin menjadi kendaraan itu. Kita mencoba menjawab keresahan melalui event dan movement, dengan mengemasnya secara kreatif,” kata Rifqi.
Mereka kemudian memiliki ide untuk membuat acara yang mengundang komunitas di seluruh Indonesia dan diadakan di tempat umum. Mall dipilih sebagai venue acara karena bagi IVM, penting untuk membongkar paradigma bahwa acara vape cenderung eksklusif. IVM ingin teman-teman nonvapers juga mengetahui informasi tentang vape dan tidak sungkan untuk mencari informasi tersebut lebih lanjut.
Pada acara tersebut, IVM mengusung tema pameran dengan mengundang peneliti dari Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) untuk membahas fakta sekaligus hasil penelitian terbaru tentang vape, serta isu-isu yang sedang berkembang. Acara dikemas secara menyenangkan dengan mengusung konsep edukasi dan fun melalui hiburan musik, agar semua kalangan dapat menikmati acara tersebut. Selain itu, IVM juga mengundang media dengan tujuan agar informasi dari acara tersebut, dapat tersampaikan kepada publik secara menyeluruh.
Rifqi mengaku, ia mendapat banyak dukungan dari teman-temannya dalam menjalankan acara dan gerakan edukasi karena mereka sudah mengenal dan menjadi karib satu sama lain sejak berada dalam komunitas. Mekipun demikian, tidak dapat dipungkiri terdapat tantangan-tantangan dalam menjalankan misi edukasi ini. Tidak semua masyarakat dapat menerima edukasi yang diberikan. Namun, Rifqi mengaku tidak ambil pusing. Baginya, yang terpenting adalah menyampaikan pesan bahwa vape bukan sekadar gaya hidup dan hobi, tetapi memiliki kreativitas dalam industrinya.
Vaporista sebagai ujung tombak
Tahun 2021 menjadi momen bagi IVM untuk Kembali bergerak dalam menjalankan misi edukasi. Kali ini, vaporista menjadi prioritas yang utama. “Saya ingin vaporista punya kebanggaan atas identitas dan pekerjaan mereka,” tutur Rifqi ketika menjelaskan pentingnya peran vaporista dalam edukasi.
Menurut Rifqi, ada perbedaan yang mendasar di mana saat ini, banyak orang yang hanya sekadar berjualan dan tahu harga di toko vape. Padahal, vaporista seharusnya lebih dari itu. Vaporista berperan memberikan edukasi dan pilihan sesuai dengan pengguna, karena kebutuhan setiap pengguna akan berbeda. Jika vaporista bisa memberikan kenyamanan dan edukasi, pengguna pasti akan merasa senang datang ke toko vape.
Fokus terhadap vaporista juga berangkat dari tagar 2021 pindah ke MTL (#2021PINDAHKEMTL) yang digaungkan oleh Rifqi sebagai imbauan adanya teknik vaping yang bisa digunakan oleh vapers, yang mulai merasa jenuh dengan DTL dan rentan untuk Kembali merokok. Di sisi lain, belum semua vaporista memahami rangkaian dalam device MTL. Karenanya, fokus pelatihan edukasi untuk vaporista nantinya akan dilakukan untuk memupuk identitas vaporista sekaligus memberikan materi mengenai MTL. Harapannya, mereka yang sudah datang ke acara tersebut akan memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang vape, dibandingkan vaporista lainnya.
“Menurut saya, vaporista masih dianggap sekadar pekerjaan dan belum banyak dianggap sebagai profesi. Seharusnya, vaporista bisa memberikan informasi kepada orang yang mau membeli produk. Kebanggaan mereka terhadap pekerjaan itu belum ada. Gimana caranya, kita menumbuhkan kebanggan mereka terhadap pekerjaannya. Jangan sampai, orang yang tadinya mau belajar vape, implementasinya jadi tidak baik karena vaporistanya tidak cukup memberikan penjelasan,” jelas Rifqi.
Jangan sungkan mengulang hal yang sama
Rifqi meilhat bahwa perkembangan konten edukasi tentang vape di Indonesia sudah cukup baik. Namun, pihak-pihak yang memberikan konten edukasi masih bergerak sendiri-sendiri sesuai dengan porsi masing-masing. Rifqi berharap, seluruh influencer dan penyedia konten edukasi bisa berkolaborasi secara langsung, karena semua orang memiliki tanggung jawab untuk memberikan edukasi yang lebih baik.
Pesan Rifqi, jangan pernah bosan untuk mengulang konten edukasi yang sama, karena dampaknya akan berbeda, dan akan lebih luas jangkauannya jika diulang terus-menerus. Harapannya, edukasi tetap bisa berjalan tanpa harus didorong isu negatif tentang vape. Rifqi juga melihat kritik sebagai hal yang lumrah. Jika tidak ada kritik, maka konten edukasi tidak akan berjalan. “Pada saat ada black campaign, jangan pernah menyebarluaskan isu tersebut. Namun, konten edukasi yang seharusnya dibagikan. Respons negatif tentang vape pasti ada, tetapi hal itulah yang membuat kita harus terus bersemangat untuk mengemas konten edukasi menjadi lebih baik lagi,” pungkas Rifqi sebagai penutup perbincangan hari itu.