Tidak banyak yang tahu bahwa JBVJS adalah singkatan dari Jual Beli Vape Jakarta Selatan. Berangkat dari sebuah platform jual beli online produk vape di grup Facebook, JBVJS telah mengelola beberapa grup besar untuk jual beli vape. Mulai dari Bekasi, Tangerang, Jakarta Selatan, hingga DKI Jakarta secara keseluruhan.

Dari sana, JBVJS berinisiasi untuk membentuk image sebagai satu kesatuan grup, meskipun wilayahnya berbeda-beda, hingga tercetuslah JBVJS Group. Lantas, bagaimana akhirnya JBVJS menjadi sebuah manajemen endorse untuk model-model vape?

Bermula dari hobi fotografi

Adalah Ivan, founder JBVJS ini memiliki hobi fotografi yang ia tekuni sejak lama. Dari hobinya tersebut, ia banyak mengenal model perempuan. Ivan kemudian berpikir untuk menjadikan JBVJS sebagai talent management untuk spesifik model vape. Di mana dengan koneksi pertemanan yang ia miliki, ia mengajak salah satu temannya yang merupakan seorang model, untuk ikut serta dalam promosi produk. “Setelah berjalan, saya menyadari bahwa saya lebih suka membentuk orang. Akhirnya, saya berpikir untuk membentuk model yang belum dikenal dan kita berkembang bersama-sama,” Kata Ivan.

Dalam merintis JBVJS, Ivan aktif mencari orang-orang yang memiliki potensi sebagai model vape. Riset ia lakukan melalui Instagram dan kenalan-kenalan model di dunia fotografi. Bagi Ivan, hasil foto, kreativitas, sikap yang kooperatif, dan terbuka terhadap masukan adalah aspek terpenting yang ia cari dalam seorang model. Ketekunannya tersebut, membuat JBVJS memiliki lebih dari 150 model vape dan telah bekerja sama dengan lebih dari lima puluh brand vape.

Salah satu model yang telah bergabung dengan JBVJS adalah Tya. Tya yang sebelumnya berprofesi sebagai pekerja kantoran ini, telah menjadi model vape di JBVJS sejak dua tahun lalu. Ketika pertama kali diberikan tawaran sebagai model untuk endorse liquid, Tya baru mengenal vape selama satu bulan.  

“Dulu saya masih belum ngerti soal endorse liquid, tetapi saat itu liquid memang masih sangat mahal. Jadi, saya senang ketika diberikan liquid gratis untuk endorse. Lagi pula, vaping juga sudah menjadi hobi saya. Dari situ, lama-lama jadi banyak yang menawarkan dari brand lain untuk endorse juga,” jelas Tya ketika menjelaskan awal mula ia bergabung dengan JBVJS.

Menurut Tya, dirinya merasa senang menjadi model vape karena memiliki banyak waktu luang, tetapi tetap mendapatkan penghasilan.

Kreativitas tanpa batas

Sebagai salah satu pelopor manajemen vape endorse di Indonesia, JBVJS ingin mengoptimalkan perannya sebagai vape introducer untuk menjamin jalannya pengetahuan brand atau brand awareness dari sebuah produk oleh konsumen. Karenanya, JBVJS sangat mengutamakan kualitas. Terutama, di tengah semakin banyaknya manajemen endorse dan model vape yang sudah menjadikan endorse sebagai mata pencaharian utama.

“Kita dituntut untuk lebih kreatif, produktif, dan disiplin dari yang lain karena persaingannya semakin ketat. Kita harus lebih tough. Kalau tidak demikian, kita bisa kalah dengan manajemen dan model-model baru,” pungkas Ivan.

Untuk memastikan kualitas yang terbaik dari JBVJS, Ivan menerapkan prinsip yang cukup tegas untuk para model. Baginya, sikap tegas tersebut ditujukan untuk kebaikan model di JBVJS. Jika foto mereka bagus, maka banyak pihak dari brand lain yang akan tertarik. Di sisi lain, model vape juga perlu memiliki pengetahuan yang bagus, karena mereka yang biasanya diundang dalam talk show, menjadi brand ambassador produk, dan diundang untuk bertukar pikiran baik dalam event maupun forum. “Model harus punya sisi edukasi yang bisa dibagikan. Hal utamanya, kita menciptakan brand awareness baik secara online maupun offline. Supaya produk yang kita pegang dikenal orang, maka kita harus punya pengetahuan yang mumpuni,” jelas Ivan.

Kreativitas dari JBVJS dituangkan melalui foto, video produk, dan tinjauan terhadap produk yang diunggah dalam beberapa platform, seperti Instagram, Facebook, YouTube, dan TikTok. Selain itu, JBVJS juga aktif mengadakan giveaway guna mempromosikan produk sekaligus memperkenalkan model-model vape yang berada dalam naungan JBVJS.

Di tengah upayanya untuk terus menghasilkan kreativitas tanpa batas, JBVJS tidak terlepas dari tantangan, salah satunya komentar yang negatif. Ivan sendiri mengaku, bahwa ia pernah memiliki haters yang tergabung dalam satu grup Facebook. Meskipun demikian, hal tersebut justru ia jadikan sebagai acuan untuk menjadi lebih baik dan berusaha lebih giat. “Bagi saya, ini adalah acuan. Orang lain tidak perlu mengenal saya, tidak perlu tahu siapa saya, yang terpenting adalah saya ingin menunjukkan karya,” tegas Ivan merespons tantangan yang ada di sekitarnya.

Potensi yang menjanjikan

Industri vape yang semakin berkembang, tentu membuka peluang yang cukup besar bagi sektor-sektor kreatfif dalam industri vape itu sendiri, salah satunya manajemen endorse. Ivan menjelaskan bahwa kerja di bidang ini, menjadi peluang yang cukup membantu secara ekonomi, terutama di kala pandemi. Dengan jam kerja dan tempat kerja yang fleksibel, risiko kesehatan juga menjadi lebih rendah. “Ini adalah pekerjaan yang nyaman, tetapi harus kreatif. Kalau kita tekun, foto-foto yang ada bisa dikerjakan dalam sehari, dan hari-hari selanjutnya bisa langsung posting,” tutur Ivan.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Tya. Bagi Tya, menjadi model vape membuatnya kenal dengan banyak orang dan memiliki teman baru. Ia mengaku, tidak ada tantangan signifikan yang sejauh ini ia temukan, meskipun semakin banyak orang-orang yang menekuni pekerjaan sebagai model vape. “Menurut saya nggak masalah, karena rezeki orang berbeda-beda. Buat saya, semua tergantung kualitas dan bagaimana bisa menemukan ciri khas sendiri,” pungkas Tya tanpa rasa khawatir. Ia kemudian menekankan bahwa ciri khas bagi setiap model adalah hal yang penting. Dengan ketatnya persaingan yang ada, model perlu mempertahankan ciri khas dan mengeksplor lebih jauh ciri khas yang sudah dimiliki, karena setiap orang memiliki hal unik yang bisa ditonjolkan. Ivan berpesan, persaingan di dunia endorse vape memang ketat. Karenanya, teman-teman yang ingin menekuni bidang ini harus produktif, kreatif, dan tekun. Ivan menegaskan, cantik bagi setiap model adalah hal yang relatif, jumlah followers juga tidak bisa menjadi tolak ukur utama. Namun, jika hasil karya para model bersifat konsisten, menarik, dan kreatif, maka para model akan menjadi top of mind bagi manajemen endorse dan brand.