Memasuki pasar Indonesia sejak 2019, Nanostix telah melihat bagaimana peluang berkembangnya rokok elektrik di Indonesia karena banyaknya angka perokok konvensional. Dengan fokus terhadap user experience, Nanostix berupaya mengedukasi pengguna dan calon penggunanya secara langsung.
Guna mengenal lebih dekat serba-serbi device closed system di Indonesia, Inovasi Tembakau telah berbincang dengan Raymond, Manajer Sales dan Marketing dari Nanostix, sebagai salah satu device vape closed system yang ada di Indonesia.
Beralih dalam tujuh hari
Dengan menargetkan perokok dewasa yang ingin berhenti maupun beralih dari rokok konvensional, Nanostix memiliki visi untuk memberikan sensasi yang sama dengan rokok konvensional. Dengan demikian, akan membantu perokok untuk merasakan sensasi rokok konvensional dengan lebih rendah risiko. Karenanya, garansi jaminan berhenti merokok dalam tujuh hari pun diberikan.
“Saat dihisap, Nanostix akan memberikan sensasi yang sama dengan rokok konvensional. Throat hit-nya nendang sama seperti rokok. Lebih rendah risiko, tetapi sensasinya sama,” pungkas Raymond.
Menurut Raymond, perhitungan tujuh hari didasarkan pada rata-rata konsumsi nikotin harian yang dibutuhkan perokok konvensional pada umumnya. “Dalam satu pack, Nanostix terdiri dari tiga pods dengan masing-masing kandungan nikotin 50 mg. Jika sebungkus rokok konvensional mengandung 20 mg nikotin, maka satu pack Nanostix dapat digunakan untuk enam hari,” lanjut Raymond.
Raymond mengaku, dirinya selalu menyarankan calon pengguna untuk mencoba menggunakan Nanostix setidaknya seminggu. Meskipun demikian, Raymond melihat bahwa ada beberapa pengguna yang memang tidak cocok dengan Nanostix. Oleh karena itu, jika calon pengguna merasa tidak nyaman, tidak cocok, dan tidak puas dengan produk, maka calon pengguna tersebut mendapatkan garansi uang kembali.
Kepercayaan terhadap konsumen
Dengan fokus terhadap user experience, Nanostix menjangkau calon penggunanya dengan pendekatan langsung, salah satunya melalui program ground activation. “Sebelum pandemi, kita adakan berbagai event, kami open booth dan fokuskan untuk calon konsumen bisa mencoba produk karena kami memiliki banyak varian dan selera orang juga berbeda-beda. Lihat, rasakan, dan coba, itu yang saya harapkan dari kegiatan ini” jelas Raymond.
Adanya pandemi membuat program ground activation secara langsung belum dapat diteruskan, sehingga fokus edukasi produk yang dilakukan Nanostix saat ini banyak melalui platform daring.
Nanostix memprioritaskan promosi dan jangkauan produk kepada agen, drop shipper, dan konsumennya. Oleh karena itu, kita tidak akan menemukan Nanostix di toko-toko vapor pada umumnya. Bagi Raymond, ketika konsumen puas dengan suatu produk, maka ekspansi produk akan berjalan secara otomatis. “Kita percaya dengan orang-orang yang sudah menggunakan Nanostix, yang terpenting adalah bagaimana orang-orang mengetahui produk ini terlebih dahulu,” jelas Raymond.
Dengan fokus pada user experience, Nanostix mengutamakan pendekatan mouth to mouth marketing, di mana pelanggan Nanostix merupakan perpanjangan tangan dari produk. “Kami mengedepankan excellent service quality. Kami juga pernah memiliki program seperti member get member, referral point system, drop shipper, dan agent. Selama pandemi berlangsung, kami memang tidak dapat datang secara langsung kepada calon konsumen. Namun, konsumen kami dapat datang kepada orang-orang di sekitarnya yang ingin berhenti merokok,” kata Raymond.
Raymond bercerita bahwa banyak testimoni yang diberikan oleh konsumen terkait produk. Mulai dari yang dapat berhenti merokok sejak dua bulan pemakaian Nanostix, lima hari, bahkan hingga dalam dua hari.
Peluang dan tantangan
Dalam melakukan strategi bisnis dan ekspansi pasar, Raymond mengaku tidak menemukan kendala yang besar karena sejak mulanya, perusahaan sudah memiliki pondasi yang baik. Dalam mana, perusahaan sudah menentukan lokasi-lokasi strategis dalam menjangkau calon konsumen. Hingga saat ini, Nanostix sudah berekspansi ke berberapa kota, seperti Palembang, Medan, Bandung, Surabaya, Bali, Makassar, Balikpapan, dan Jakarta. “Setiap kota memiliki pergerakan dan karakteristiknya tersendiri. Kami berinovasi dan melakukan penyesuaian dengan keadaan di lapangan,” jelas Raymond.
Meskipun sudah memiliki target pasarnya tersendiri, Raymond mengaku masih menemukan beberapa tantangan dalam menjalankan campaign produk. Tantangan pertama datang dari aspek ground activation. Dengan fokus pada user experience, Nanostix mengajak calon pengguna untuk mencoba produk secara langsung. Sayangnya, tidak semua tempat mengizinkan adanya uap.
Tantangan selanjutnya adalah harga produk yang masih terbatas pada segmentasi masyarakat menengah ke atas (B+ ke A). Bagi Raymond, penting untuk memilih segmentasi yang sesuai dengan harga produk dan fokus pada perokok yang benar-benar ingin berhenti.
Untuk merespons tantangan yang ada, Nanostix memunculkan program drop shipper untuk membantu pengguna-penggunanya mendapatkan penghasilan saat pandemi. Melalui pengguna, pengetahuan akan produk dapat tersampaikan dengan baik. Tidak hanya pengguna, nonpengguna juga dapat melakukan pemasaran produk dengan mempelajari marketing kit yang sudah disiapkan oleh Nanostix. Bahkan, Nanostix juga menyediakan pelatihan public speaking bagi mereka yang membutuhkannya sebelum memasarkan produk.
Untuk industri HPTL
Raymond menilai industri HPTL saat ini semakin berkembang. Dengan adanya berbagai produk HPTL, konsumen akan semakin memiliki banyak pilihan. Selanjutnya, bergantung dari bagaimana produsen membangun relasi dengan konsumen dan me-manage pasarnya masing-masing.
Raymond mengajak teman-teman yang ingin berhenti merokok, untuk datang ke store Nanostix dan mencoba sensasi produknya secara langsung. Bagi Raymond, pengguna Nanostix yang sudah berhasil berhenti merokok bahkan berhenti menggunakan vape, merupakan penanda suksesnya visi Nanostix. “Meskipun pelanggan kami berkurang satu, tetapi cerita suksesnya bisa menjadi inspirasi untuk yang lain,” ungkap Raymond sebagai penutup perbincangan di hari itu.