Ministry of Vape Indonesia atau yang akrab dikenal sebagai MOVI merupakan salah satu pemain industri yang namanya sudah banyak dikenal oleh vapers Tanah Air karena tidak hanya memenuhi kebutuhan para vapers, tetapi juga aktif menginisiasi berbagai kegiatan advokasi yang berhubungan dengan pengurangan dampak buruk tembakau atau Tobacco Harm Reduction (THR).

Berawal dari pintu ke pintu

Adalah Dimasz Jeremia, Founder dan CEO MOVI yang telah menyempatkan waktunya untuk bercerita bagaimana perjalanan MOVI hingga saat ini kepada tim Inovasi Tembakau. Dimasz mengatakan, perjalanan MOVI dimulai dari upayanya berdagang keliling dari pintu ke pintu, café, dan perkantoran pada 2012. Hingga akhirnya, ia berhasil memiliki toko offline yang ia beri nama MOVI.   

“Saya jatuh cinta sama kata ministry. Ministry kan artinya memberi pelayanan,” pungkas Dimasz menjawab pertanyaan bagaimana MOVI dipilih sebagai nama tokonya.

Sejak berdiri pada 2013, MOVI telah mencapai beberapa milestones yang penting. Pertama, MOVI menjadi toko vape offline pertama di Indonesia. Kedua, MOVI menjadi inisiator advokasi vape di Indonesia, mulai dari The First Asia Harm Reduction Forum, kampanye TAR Free, kampanye promosi liquid lokal pada 2016 untuk menjadi tuan rumah di tanah air, hingga memiliki pabrik dan produk nikotinnya sendiri pada 2020.

Visi memberikan senyum

MOVI memiliki komitmen untuk terus berinovasi dan mencapai misi untuk memberikan senyum dan meningkatkan kehidupan seratus juta perokok di Indonesia lewat solusi yang lebih rendah risiko.

Bagi MOVI, berhenti merokok merupakan tujuan besar yang perlu dimulai dengan langkah kecil. “Orang yang berhasil berhenti merokok murni karena motivasi jumlahnya sangat sedikit. A journey of thousand miles should start with one little step,” jelas Dimasz.

Menurutnya, ada dua hal yang perlu dilakukan untuk mendukung Langkah perokok dewasa dalam upaya mereka berhenti merokok, yaitu know your product dan know your customer. “Setidaknya, mayoritas perokok aktif memiliki keinginan setidaknya sekali untuk bisa berhenti merokok. Karena itu, produk kita harus bisa mengakomodasi karakter yang seperti ini.Dimasz melanjutkan, bahwa perokok mencari nikotin, bukan TAR. Sehingga, langkah kecil yang perlu dilakukan adalah membuat orang-orang berhenti dari TAR dan zat lainnya yang berisiko tinggi bagi kesehatan.

Dimasz menyayangkan banyak pihak yang mengatakan bahwa nikotin menyebabkan kecanduan. “Kata kecanduan hanya bisa ditujukan untuk suatu hal yang efeknya fatal. Sementara, kalau dia membuat orang berulang kali mengonsumsi tetapi tidak berakibat fatal, maka disebut dengan ketergantungan. Masih banyak yang salah paham. Nikotin menyebabkan ketergantungan, bukan kecanduan. Kita semua punya ketergantungan, misalnya dengan kafein,” jelasnya.  

Kualitas melalui MOVI Project

MOVI mengaku bukan hal mudah untuk mengarungi pasar Indonesia karena berbagai tantangan. Adanya stigma bahwa nikotin adalah hal yang negatif, serta adanya konflik kepentingan dari beberapa pihak membuat edukasi menyeluruh tentang vape menjadi terhambat. Namun, hal tersebut tidak memadamkan semangan MOVI dalam memberikan yang terbaik bagi konsumen.

Melalui MOVI Project, MOVI ingin memberikan kualitas terbaik dan konsistensi dari setiap produk untuk para konsumen. Melalui MOVI Project pula, MOVI inging menunjukkan bahwa Indonesia harus memiliki nikotin lokal yang menjadi tuan rumah di negara sendiri serta dapat memberikan dampak yang positif untuk membantu perokok dewasa beralih.

“Secara definisi, nikotin adalah senyawa alkaloid yang efeknya membuat pengguna menjadi tenang, fokus dan santuy,” tutur Dimasz ketika menjelaskan bahwa yang dibutuhkan perokok di Indonesia adalah memenuhi kebutuhan nikotin.

Berangkat dari hal itu, MOVI berupaya mewujudkan visinya untuk memenuhi kebutuhan konsumen Indonesia agar tenang, fokus, dan santuy lewat produk yang memberikan sensasi sama dengan rokok, tetapi bebas TAR.

Advokasi harm reduction

Sempat terlintas di benak Dimasz untuk membentuk komunitas pengurangan dampak buruk atau harm reduction. Di mana, vape nantinya akan masuk dalam bagian komunitas tersebut, misalnya bersama dengan komunitas pengguna mobil listrik, konsumen gula rendah kalori, dan produk-produk lain yang lebih rendah risiko dari produk pada umumnya.

Bagi Dimasz, segala sesuatu dalam pendekatan harm reduction perlu berbasis ilmiah dan jelas. Karenanya, edukasi menjadi bagian yang penting dalam advokasi ini. Setidaknya, ada empat tantangan dalam mengadvokasi pendekatan harm reduction di Indonesia, yaitu testimoni pengguna, laporan ilmiah, pendapat orang ketiga, dan norma sosial.

Testimoni pengguna lebih kepada bagaimana keinginan seseorang untuk berhenti merokok dan pandangannya tentang produk yang lebih rendah risiko. Hal tersebut berkaitan dengan pendapat orang ketiga, seperti keluarga yang menjadi perokok pasif, “apa yang mereka katakan terhadap anggota keluarganya yang merokok di kamar atau di mobil? Apa yang dikatakan petani tembakau? Bagaimana norma sosial memandang pengguna vape?” tegas Dimasz. Hal tersebut menjadi aspek-aspek yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan advokasi, agar suara-suara berbagai pihak tersebut dapat diakomodasi. Terutama, ketika penelitian tentang produk alternatif merokok sendiri masih terbatas jumlahnya di Indonesia dan belum digunakan sebagai dasar pembuatan kebijakan Pemerintah.   

Dimasz sendiri tidak sependapat ketika angka cukai HPTL tinggi. Baginya, hal yang ideal adalah cukai dibayar berdasarkan emisi yang dikeluarkan jika mengacu pada visi Indonesia 4.0. “Semakin sedikit emisinya, maka semakin mendapatkan insentif, baik vape maupun rokok,” tambahnya.

Kebijakan selanjutnya yang menjadi perhatiannya adalah tentang SNI. Menurutnya, SNI dibuat untuk melindungi produksi lokal dengan menimbang pelaku industry yang baru merintis dan belum punya pabrik. “Saya setuju dengan SNI, tetapi perlu dipertimbangkan teman-teman yang masih berkembang dan belum punya pabrik. Selain SNI, standardisasi vape bisa ditentukan kalau dokter-dokter dan departemen kesehatan membuat parameter penggunaan vape yang aman dan bisa dicapai oleh banyak orang,” kata Dimasz.

Lakukan dengan cinta

Menutup perbincangan hari itu, Dimasz menekankan pentingnya melakukan segala sesuatu dengan cinta, bukan berdasarkan rasa ketakutan. Menurutnya, upaya memberikan solusi bagi perokok yang ingin berhenti harus didasari rasa sayang kepada Indonesia dan juga para perokok. Rasa cinta tersebutlah yang akan memacu semangat untuk memberikan solusi yang terbaik bagi mereka.

Untuk melakukan hal tersebut, Dimasz mengingatkan kembali akan prinsip gotong-royong untuk menciptakan produk yang baik. “Kita ciptakan produk yang baik dan memenuhi standar yang ilmiah untuk masyarakat Indonesia. Setelahnya, kita juga bisa memberikan solusi ke global. Be the player and be inspiring. Lakukan segala sesuatunya dengan cinta untuk memberi dampak yang positif, bukan menciptakan ketakutan,” tutupnya.