Tepat 10 November di Hari Pahlawan, Asosiasi Vapers Indonesia atau yang akrab disebut dengan AVI berdiri pada tahun 2017. Bukan hanya soal momennya yang spesial, AVI dibentuk dengan visi yang spesial pula. Asosiasi yang kebijakannya berdasarkan suara dan kepentingan vapers di Indonesia, begitu tagline AVI di laman Facebook-nya yang memiliki lebih dari 42 ribu anggota. 

Adanya perhatian terhadap konsumen vape untuk memperoleh perlindungan, advokasi, dan wadah untuk menyuarakan aspirasi mereka, mendorong AVI menjadi corong bagi suara teman-teman pengguna vape. Tidak hanya untuk sesama konsumen, namun menjadi kanal bagi komunikasi dengan produsen, pemerintah, bahkan dunia internasional.  

Pada kesempatan kali ini, Inovasi Tembakau berhasil mendapatkan kesempatan untuk berbincang secara lebih dalam dengan salah satu pendiri AVI. Mulai dari cerita personal hingga peran AVI sebagai sebuah asosiasi, terangkum dalam obrolan hangat dengan tim kami melalui telepon.

Niat saja tidak cukup 

Adalah Johan Sumantri, salah satu pendiri yang sekarang juga menjabat sebagai ketua AVI. Johan bercerita tentang bagaimana ia berhasil berhenti merokok dengan menggunakan vape. Merupakan cerita yang sungguh tidak biasa, ketika mengetahui bahwa Johan telah menjadi perokok aktif sejak usia enam tahun. Namun, berkat berkenalan ngan vape pada 2013 melalui ustadznya sendiri, ia berhasil berpaling dari rokok hanya dalam tiga hari saja. Padahal, ia sudah menjadi perokok aktif selama puluhan tahun. 

Sebelum mengenal vape, bukan hanya satu dua upaya ia coba untuk berhenti dari kebiasaan merokok. Mulai dari membangun niat, mencoba nicotine gum, hingga hipnoterapi. Namun nihil, tidak pernah berhasil.  “Upaya yang umum tuh niat, tapi ternyata masih nggak berhasil,” pungkas Johan. Perilaku menghirup dan menghembuskan ketika merokok, sudah menjadi sebuah kebiasaan yang sulit untuk ditinggalkan. 

Berbicara soal niat, Johan dan timnya pernah melakukan survei tentang hal-hal apa saja yang dapat membuat seseorang berhenti merokok. Hasil temuan berdasarkan beberapa parameter seperti niat, kecelakaan (sakit), lingkungan dan keluarga, serta vape, menyimpulkan bahwa vape menjadi cara yang paling ampuh. Sementara itu, hanya sekitar lima persen pengguna rokok yang berhasil berhenti dengan niat sebagai modal satu-satunya.

Kenaikan berat badan secara signifikan, menjadi salah satu poin plus yang Johan dapatkan pasca beralih ke vape. “Semenjak merokok, berat badan saya nggak pernah lebih dari 55 kilo, semenjak berhenti, terus sekarang naik jadi 70 kilo.” Selain berat badan yang bertambah, Johan mengaku nafasnya menjadi lebih panjang, dan tenggorokannya tidak mengeluarkan lendir setiap pagi.

Satu untuk semua 

Sadar atas kebutuhan wadah bagi konsumen untuk menyuarakan aspirasinya, AVI akan berfungsi sebagai asosiasi yang khusus menangani kepentingan konsumen. Karena memiliki fungsi sebagai kanal komunikasi antara konsumen vape dengan pemangku kepentingan terkait, AVI turut melibatkan diri dalam berbagai diskusi yang berkaitan dengan vape seperti pembuatan regulasi untuk penentuan harga, bagaimana regulasi bagi produsen dalam membuat produk yang aman bagi konsumen, dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan kepentingan konsumen. Meskipun cabang organisasi AVI sudah tersebar dari Jawa Barat hingga Gorontalo, kegiatan saat ini masih berfokus di pusat untuk advokasi terhadap regulasi pemerintah.

AVI berbeda dengan komunitas. Sebagai sebuah asosiasi, AVI tidak berdiri atas dasar kesamaan ketertarikan akan produk vape seperti umumnya komunitas. Selain fungsinya yang berbeda, sebuah asosiasi memiliki AD/ART yang lebih rumit, adanya kepengurusan, menaungi serta menjadi wadah bagi komunitas-komunitas yang ada. Tidak jarang, komunitas-komunitas vape menyuarakan aspirasinya melalui AVI.

Satu untuk semua, sepertinya menjadi tagline yang tepat untuk menggambarkan AVI. Satu asosiasi, untuk seluruh pengguna vape. 

“semua tentang konsumen. Tidak perlu menjadi anggota, selama kamu adalah vapers, secara otomatis hak-hak kamu akan kami bantu.”

Kalimat tersebut tidak hanya berlaku bagi mereka yang mengenal AVI, tapi juga yang tidak mengenal, bahkan tidak mengakui keberadaan AVI. Ketika mereka terlibat dalam masalah, dan selama mereka adalah vapers, maka AVI akan membantu melalui daya dan upaya untuk advokasi. 

Kanal penghubung ke pemerintah

AVI percaya bahwa kerja sama dengan pemerintah menjadi kunci yang penting dalam menyuarakan aspirasi konsumen vape. Sebagai sebuah corong, AVI aktif memberikan masukan-masukan perihal apa saja kebijakan strategis terkait vape. Salah satu advokasi yang sedang AVI lakukan adalah diskusi mengenai SNI untuk produk liquid. Advokasi tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa regulasi-regulasi yang dari pemerintah, nantinya tidak memberatkan vapers, pun dengan para pebisnis. 

AVI menyesalkan banyaknya oknum tidak bertanggung jawab yang acap kali menyebarkan hoax tentang vape, tanpa data dan penelitian. Banyak juga oknum “nakal” yang menjual vape pada anak-anak di bawah umur, padahal jelas-jelas ada undang-undang yang melarang. Dalam hal ini, AVI tidak memiliki kewenangan untuk memberikan hukuman, “kami hanya dapat memberikan sanksi sosial, dengan mengajak pengguna untuk belanja di toko lain.” 

Etika adalah hal utama

Sebagai penutup perbincangan, Johan berharap agar vapers dapat tumbuh sebanyak-banyaknya dan semakin banyak orang berhenti merokok di Indonesia.

Vapers yang baik adalah mereka yang dapat menjaga etika.“Belum semua orang paham apa itu vape, jadi kalau ngebul di public area, mereka harus mendapatkan perhatian,” tegas Johan. Ia selanjutnya mendorong para vapers untuk membeli produk-produk bercukai, agar kualitas dan keamanannya lebih jelas dan terjaga. Pada akhir perbincangan, Johan kembali menekankan pentingnya simbiosis mutualisme antara produsen dan konsumen vape, “kita harus dukung industrinya, kalau kita tidak dukung dan industrinya mati, kalian mau beli produk di mana?”