Kenyataan Di Balik Perbandingan Cukai dan Harga Produk Tembakau dengan Negara Lain.
Cukai produk hasil tembakau di Indonesia acap kita dengar sebagai yang ‘termurah’ di Asia. Harga cukai yang murah meriah berimplikasi terhadap harga jual yang terbilang murah se-Asia Tenggara setelah Vietnam. Di Indonesia, umumnya satu bungkus rokok seharga Rp30.000, tergantung dari jenis dan mereknya. Pemberitaan ramai membandingkan harga rokok di Indonesia dengan negara tetangga Singapura yang bagaikan langit dan bumi.
Di Singapura, satu bungkus rokok seharga sekitar 14 dolar Singapura atau sekitar Rp154.000. Angka tersebut terbilang fantastis bagi standar budget orang Indonesia. Dengan uang sebanyak itu, orang Indonesia bisa membeli hingga 5 bungkus rokok di minimarket atau warung pada umumnya. Di sisi lain, apakah perbandingan semacam itu benar-benar nyata?
Lihat Dulu Gajinya
Sungguh tidak adil rasanya bila membanding-bandingkan harga produk yang sama dijual di luar negeri dengan yang ada di Indonesia. Salah satu pendekatan yang umum dilakukan untuk membandingkan kewajaran harga dari sebuah produk adalah dengan pendekatan pendapatan. Pendekatan pendapatan diyakini lebih mudah dalam memberikan gambaran seberapa mahal suatu barang antara suatu negara dengan negara lain.
Di Singapura, rerata pendapatan warganya ada di angka sekitar 6.000 SGD atau sekitar Rp66.000.000 per bulannya. Pendapatan tersebut secara rerata cukup untuk membiayai kehidupan mendasar warga Singapura yang sudah bekerja. Ketika pendapatan per bulan tersebut berhadapan dengan harga rokok yang beredar di pasaran, konsumsi rokok per bungkusnya hanya menghabiskan sekitar 0,3% dari pendapatan bulanannya. Oleh sebab itu, konsumen hanya menghabiskan 9,9% gajinya bila mengonsumsi satu bungkus per hari selama satu bulan.
Sementara di Indonesia, rerata pendapatan warganya ada di angka Rp5.000.000 per bulannya. Angka ini berasal dari estimasi pendapatan warga yang tinggal di kota-kota besar. Ketika angka tersebut berhadapan dengan harga rokok yang beredar, sebungkus rokok hanya menghabiskan sekitar 0,6% dari pendapatan per bulannya.
Lebih Mahal atau Lebih Murah?
Perhitungan sederhana di atas membuktikan kalau harga produk tembakau di Singapura lebih murah ketimbang di Indonesia apabila melihat dari perspektif daya beli yang tercermin melalui gaji bulanannya. Sehingga, angka ini jelas membuat argumen kalau harga produk tembakau di Singapura lebih mahal itu tidak valid.
Lantas, langkah pemerintah untuk menaikkan cukai, yang bertujuan untuk menaikkan harga jual produk tembakau, tidak tepat apabila mengambil alasan kalau di negara tetangga masih lebih mahal. Sebab, warga di sana jelas lebih mampu membeli di harga tersebut dengan pendapatan bulanannya yang sangat fantastis ketimbang di Indonesia. Sebagai gambaran, apabila di Indonesia menyamakan harga jualnya dengan Singapura, konsumen akan menghabiskan 3,1% gajinya untuk satu bungkus. Karenanya, bisa-bisa, sebulan gajinya habis buat rokoknya doang.
Sumber: www.numbeo.com
Baca juga:
Berita Negatif Rokok Elektrik: Relevankah?
Strategi Edukasi pada Bisnis Makmur Liquid
Pemerintah Perlu Melakukan Perubahan Regulasi Vape